Aku bercermin di hadapan air yang jernih. Lihatlah, betapa buruknya aku. Pendek, bersulur dan ada 2 mata kecil yang sama sekali tidak menarik untuk di lihat. Apalagi, warna bulu ku yang hitam pekat semakin menambah kesan buruk bagi seekor ulat bulu sepertiku. Sungguh, rasanya tidak ada makhluk yang lebih buruk daripada aku.
Kadang aku bertanya, “Tuhan, mengapa aku tercipta sebagai ulat bulu yang tidak di sukai orang?” Setiap mahluk yang melintas didekatku selalu menatapku dengan pandangan sinis yang seolah- olah menganggap bahwa aku adalah makhluk paling buruk rupa yang pernah mereka temui.
Sejujurnya, aku selalu iri pada binatang- binatang lain yang bernasib lebih baik. Kala aku melihat burung parkit, aku iri dengan kecantikannya. Ia memiliki warna bulu yang indah dan menarik perhatian siapa saja. Tidak hanya itu. Burung parkit dapat terbang dengan bebas sambil memamerkan keindahan sayapnya. Kemudian, pernah terlintas dalam benakku bahwa aku akan sangat bahagia jika aku menjadi seekor anjing kecil yang dapat menjadi sahabat manusia. Banyak orang sangat mencintai anjing kecilnya yang dapat bermain dan berlari-lari dengan ceria. Sayangnya, aku sadar bahwa sangatlah mustahil bila aku menjadi seekor anjing kecil. O ya, aku juga pernah iri pada lebah—lebah kecil yang berpindah dari satu bunga ke bunga lain untuk mencecap madu yang manis. Sementara aku? Makananku hanya daun- daun hijau yang terasa mulai membosankan bagiku.
Bagi mereka, hidup terasa sangat menyenangkan. Namun bagiku, hidup terasa lebih buruk daripada apel busuk. Yah, life is so hard! Aku ingin berubah secepatnya!
Akhirnya, ku putuskan untuk memakan daun sebanyak- banyaknya sampai aku benar- benar kenyang. Setelah aku cukup kenyang, kubiarkan diriku terbungkus oleh lendir- lendir yang menjijikkan. Lendir- lendir itu terus membungkusku sampai aku benar- benar terperangkap dalam suatu ruang yang sempit dan gelap. Mau tak mau, aku harus berjuang mati- matian untuk bertransformasi. Tapi, inilah harga yang harus kubayar demi mengubah hidup.
Beberapa waktu kemudian, aku merasa bahwa sudah saatnya aku keluar dari penjara yang sempit ini. Bersiaplah, ini hari bersejarah bagiku! Aku akan keluar bukan sebagai ulat bulu yang menjijikan, namun sebagai kupu- kupu cantik yang siap terbang bebas untuk menikmati kehidupan yang lebih indah. Tapi, tantanganku belumlah berakhir. Untuk keluar dari penjara yang sempit ini, aku harus berjuang mendesak dan menerobos sebuah lubang kecil. Memang tak mudah untuk melakukannya tapi keinginan untuk berubah menjadi seekor kupu- kupu cantik telah memotivasiku untuk terus berjuang.
Setelah berjuang dengan keras, aku berhasil keluar sebagai kupu- kupu cantik yang dapat terbang bebas mengitari taman bunga. Masa—masa yang berat telah berlalu. Semua memori buruk tentang masa lalu telah tergantikan oleh hidup yang menyenangkan. Orang- orang tak lagi menghinaku. Sebaliknya, mereka malah menganggumiku. Hal yang lebih menyenangkan adalah ketika aku dapat mencecap madu untuk pertama kalinya. Wow, menganggumkan! Rasanya jauh lebih lezat daripada daun-daun yang dulu menjadi makananku. Aku yakin, akan ada banyak petualangan- petualangan baru yang menantiku. Ah, adakah yang lebih menyenangkan daripada semua ini?
Setiap hari aku hidup sebagai kupu- kupu yang dikagumi banyak orang. Terbang kian kemari, mencecap madu dan bermain- main dengan kupu – kupu yang lain. Aku sangat menikmati kehidupan baruku meskipun aku tahu bahwa tak selamanya aku dapat menikmati semua ini.
Waktu berlalu begitu cepat dan tak terasa masa mudaku telah berlalu. Setiap moment berlalu bagaikan roda yang terus berputar. Masih segar dalam ingatanku saat aku hanyalah seekor ulat bulu jelek yang selalu di hina orang. Kemudian, aku bertransformasi dalam ruang sempit demi menjadi kupu-kupu. Setelah proses yang cukup menyiksa, keluarlah aku sebagai kupu- kupu cantik yang dapat terbang bebas dan memamerkan keindahan sayap-sayap kecilku. Dan kini, tubuh ku melemah. Aku sedang berusaha mengeluarkan butir- butir telur kecilku yang ajaib. Saat butir terakhir keluar, aku menyadari bahwa semua telah usai.
Ya, itulah hidup. Di masa tuaku, aku sadar bahwa hidup tak seburuk apel busuk. Sangatlah bodoh jika ada yang menganggap demikian.
Ingatlah, segala sesuatu ada masanya. Ada waktu untuk kita lahir dan mati, ada waktu untuk berduka dan bersuka, ada waktu untuk tertawa dan menangis. Setiap masa dalam kehidupan memang terasa berlalu begitu cepat. Namun, percayalah bahwa Sang Pencipta adalah maha adil karena Ia telah memberikan kesempatan pada semua makhluk di bumi untuk melewati tiap masa dengan setiap keajaiban- keajaiban yang Ia nyatakan. Jangan pernah berputus asa dalam menjalani hidup, karena kita memiliki Tuhan yang penuh dengan pengharapan, yang memberikan kita kekuatan dalam berbagai masa yang kita hadapi. Tuhan memberkati.
“ Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya”
Pengkotbah 3 : 1
Author :
Sarah Felliycia
EL A Youth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel ini bisa dikomentari melalui kotak dibawah ini