Dalam kisah sebelumnya, komedian Mongol mengungkapkan bahwa
masa lalunya sangat kelam. Sebelum bertobat, ternyata ia pernah mengikuti sekte
sesat, yaitu menjadi pemimpin gereja setan. “Dulu aku ikut
satu komunitas namanya Church of Satan di satu link yang namanya Lucifer
Circle. Aku pimpinannya dan aku pimpinan untuk benua Asia,” ujarnya serius.
Mongol merasa terlahir dari keluarga yang tak punya dasar
agama yang kuat. Sehingga, hal itu membuatnya salah jalan dan mengikuti bahkan
menjadi pemimpin sekte sesat gereja setan di Manado. Ketika itu
Mongol dipilih sebagai pemimpin gereja setan untuk benua Asia karena dinilai
cerdas. Makanya ia pun mendapat tugas untuk menyesatkan dengan cara membelokkan
konsep kekristenan.
“Kita punya konsep yang namanya logically
concept, konsep otak. Kerjaan kita membahas isi Alkitab mana yang bisa kita
ubah secara konseptual dan kita munculkan dalam bentuk buku atau traktat lalu
kita taruh di gereja atau di toko buku Kristen agar orang baca dan berubah
pandangan,” paparnya. Pria kelahiran
Manado 27 September 1978 itu memang tak main-main dengan pengakuannya. “Dulu
aku begitu ditakuti. Menunjuk orang kalau aku bilang mati, ya mati,” ujarnya.
Namun, kini semua itu tinggal cerita. Mongol telah
meninggalkan semua masa lalunya yang kelam itu. Ia pun mengaku tak menyangka,
soalnya secara posisi, fasilitas dan segala kemewahan yang ditawarkan gereja
setan kepadanya dirasanya tak mungkin bisa membuatnya bertobat.
Lantas bagaimana ia kemudian bisa “kembali ke jalan yang
benar”? “Aku dijamah Tuhan dan bisa tersenyum sama tertawa. Dulu aku nggak
bisa,” jawabnya, kali ini jelas tidak sedang melawak. “Itu adalah mukjizat
pertama yang aku bilang adalah sukacita. Secara fisik dan otak, nggak mungkin
aku bertobat, tapi bagi Tuhan nggak ada yang nggak mungkin,” sambungnya. Mongol merasa
hidup jadi lebih indah setelah bertobat. Di balik kesuksesannya saat ini, ia
percaya pada mukjizat. “Itu sudah kasih karunia Tuhan yang berlaku buat aku
ketika aku mengalami pertobatan. Bagian terindah dalam hidup. Sekalipun
senyumku jelek, aku bersyukur bisa tersenyum,” tandasnya.
Jakarta - Stand up
comedy atau melawak dengan gaya monolog sedang digandrungi masyarakat. Di
antara beberapa pelakunya, nama Mongol kini tengah naik daun lantaran dianggap
lucu dalam setiap penampilannya. Pria bernama asli Rony Imannuel itu berhasil mencuri perhatian sejak pertama tampil di acara ‘Stand Up
Comedy Show’ yang tayang di Metro TV. Banyak orang tertawa terpingkal-pingkal
saat ia membawa materi lawakan seputar dirinya maupun realitas sosial di
masyarakat. Mongol
seringkali mengangkat tema seputar kaum homoseksual yang disebutnya dengan
istilah KW. Masalah pencopet di Jakarta hingga jambul Syahrini pun tak luput
jadi bahan leluconnya di atas panggung.
Perawakan Mongol unik. Matanya sipit dan kulitnya sawo
matang. Sedangkan logat bicaranya terdengar seperti orang Batak. Namun ia
mengaku asli kelahiran Manado, sedangkan ayahnya orang Mongolia. “Itu makanya
aku dipanggil Mongol. Dari kecil memang sudah dipanggil begitu,” katanya. Adapun mengenai
logat bicaranya yang seperti orang Batak, Mongol menjelaskan bahwa ia tinggal
cukup lama bersama orang Batak saat pertama kali merantau ke Jakarta. Terlepas
dari itu, selama ini memang tak ada yang percaya jika ia mengaku sebagai orang
Manado.
“Dulu di Pasar Senen aku pernah ditanya, orang mana? Aku
jawab, orang Manado. Eh dia nggak percaya dan bilang, orang Manado itu ganteng,
kulit putih, dan hidung mancung. Lah, kau macam bodat (monyet dalam bahasa
Batak) begitu,” kisahnya. “Kulitku hitam begini, makanya orang lebih percaya kalau aku orang
Batak ketimbang Manado,” sambungnya seraya tertawa.
Dikisahkan, profesinya sebagai seorang comic (pelaku Stand
Up Comedy) terjadi secara tak sengaja. Pertengahan Juli lalu, ia dijebak
seorang temannya untuk tampil melucu di Comedy Cafe, Kemang, Jakarta Selatan.
“Waktu itu kagetlah aku. Sumpah demi Tuhan, kaget. Ternyata aku disuruh melucu
di depan orang-orang,” kenangnya.
Namun siapa sangka, lelucon Mongol di atas panggung itu
ternyata sukses membuat seluruh penonton di tempat tersebut tertawa
terpingkal-pingkal. “Puji Tuhan, waktu itu pecah istilahnya, menggelegar semua
sampai berdiri tepuk tangan. Malah ada yang bilang, itu anak dikerjain saja
bisa begitu, bagaimana kalau nggak?” paparnya.
Sejak saat itu, pria kelahiran Manado 27 September 1978 itu
kerap diminta manggung dan melucu di kafe tersebut. Hingga suatu ketika,
kesempatan menghampirinya untuk tampil dalam acara ‘Stand Up Comedy Show’ di
Metro TV. Lantaran baru
pertama kali tampil di televisi, Mongol pun tegang di depan kamera. Tak hanya
itu, ia juga merasa gugup karena harus berdampingan dengan orang-orang yang
dinilainya telah punya nama besar seperti Steny Agustaf, Soleh Solihun, Miund,
Iwel Wel dan Isman.
“Gugupnya itu bukan hanya soal di depan kamera, tapi
berdampingan dengan mereka itu kan berat. Siapalah aku ini? Apalagi penontonnya
itu banyak banget. Makanya pertama kali jadi gugup,” ujarnya.
Namun lagi-lagi Mongol mampu mengalahkan kendalanya itu. Ia
berhasil menguasai panggung dan membuat penonton tertawa. Begitu pula di
episode-episode selanjutnya. Padahal diakuinya, selama ini ia tak pernah
menghafal materi. Semua mengalir begitu saja.
Menyikapi keberhasilannya itu, Mongol pun mengaku bersyukur
kepada Tuhan. Apalagi banyak penggemarnya yang beranggapan, penampilannya tak
diragukan jika sudah naik ke atas panggung.
“Puji Tuhan sampai sekarang aku bisa dianggap beberapa
orang dan komunitas sebagai salah satu comic yang sukses. Pokoknya dianggap
salah satu dewa stand up comedy Indonesia. Ada yang bilang, kalau aku naik
panggung sudah jaminan pasti lucu. Hahaha,” tuturnya.
Jakarta - Di balik
kelucuannya, tersimpan masa lalu yang kelam. Setidaknya, demikianlah Mongol
mengenang sejarah kesuksesannya sebagai salah satu bintang stand up comedy yang
bersinar. Ya, di balik honornya yang telah mencapai Rp 8 juta sehari, ia punya
cerita tentang cita-cita yang kandas.”Masa lalu aku dulu sangat kelam dan aku
kemudian bertobat. Dalam Kristen istilahnya lahir baru,” ungkapnya saat
berbincang dengan Detikhot. “Itu sudah kebiasaan orang Manado, dikala bertobat
dan dijamah Tuhan, cita-citanya langsung jadi pendeta,” sambungnya diiringi
tawa. Untuk
mewujudkan cita-citanya itu, Mongol merantau dari Manado ke Jakarta untuk
menempuh pendidikan sekolah pendeta. Itu terjadi pada 1997. Bisa dibilang, saat
itu pria bernama asli Rony Imannuel tersebut berangkat ke Jakarta dengan modal
nekat.
“Waktu itu aku berangkat hanya bawa duit 100 perak logam
karena jadi pendeta itu dibiayai sponsor. Aku naik kapal laut dengan waktu 6
hari perjalanan dan singgah di kiri-kanan,” kisahnya.
Beberapa bulan di Jakarta, tak ada kejelasan dari pihak
sponsor untuk menyekolahkan Mongol jadi pendeta. Hingga akhirnya harapannya
tersebut kandas di tengah jalan. “Waktu itu aku kemudian tahu, orang yang
mensponsori aku sudah pergi ke Amerika. Makanya akhirnya batal,” ujarnya masih
menyisakan kesal.
Gagal masuk sekolah pendeta dan tak punya uang praktis
membuat pria kelahiran 27 September 1978 itu luntang-lantung di Jakarta.
Berbagai upaya pun coba dilakukannya untuk bertahan hidup. “Pertama kali
aku tidur di emperan toko di Sarinah. Malam-malam bantu tukang pecel lele di
Jalan Sunda. Aku bantu kerja walaupun cuma dikasih makan. Aku ingat waktu itu
juga kadang telat bayar kos. Tapi, ya Puji Tuhan dapat kos-kosan punya orang
Batak dan dia masih mentolerir kalau telat seminggu atau sebulan. Nangis ya
nangis waktu itu,” kenangnya.
Mongol pernah pula kerja di rumah makan Padang sebelum
akhirnya bekerja di sebuah perusahaan swasta. “Di rumah makan padang gaji aku
waktu itu Rp 400 ribu, terus kerja di sebuah perusahaan swasta gajinya Rp 1, 2
juta,” ungkapnya blak-blakan. Setelah dua tahun lebih bekerja di sebuah perusahaan swasta, Mongol
akhirnya memutuskan untuk berhenti dan ikut dalam sebuah manajemen artis.
“Waktu itu aku menangani Dirly ‘Idol’ sekitar 4 tahun 8 bulan. Mengikuti dia
syuting, nyanyi dan lain-lain,” katanya.
Lepas dari situ, Mongol kemudian membentuk manajemen
sendiri bersama temannya. “Puji Tuhan waktu itu chanel-ku sudah banyak, jadi
usaha itu jalan,” paparnya. Sejak itu pekerjaan Mongol pun mulai berkembang dan
membuat pergaulannya meluas.
Singkat cerita, sifatnya yang humoris alias suka melucu
mengantarkannya tampil dalam acara ‘Stand Up Comedy Show’ di Metro TV, hingga
dikenal orang seperti sekarang. Ketika diingatkan kembali tentang cita-cita
menjadi pendeta yang gagal, Mongol tak menyesal. Baginya, jalan
hidupnya kini sebagai komedian merupakan rencana Tuhan. “Pada akhirnya ya aku
menyadari, jadi pendeta itu panggilan, bukan kemauan. Sejauh ini aku
menilai ini semua adalah mukjizat Tuhan,” ujarnya mendadak serius. Puji Tuhan!