Dodik seorang anak kecil yang baru berumur 4 tahun. Ia sedang asyik menonton pertandingan sepak bola di TV bersama ayahnya sambil menikmati makanan kecil. Dodik sedang memperhatikan ayahnya yang lahap memakan roti kering di meja. Sambil memakan roti itu, ayahnya berkata, “Enak sekali roti ini. Andai saja ada segelas kopi, pasti akan menjadi lebih nikmat.” Kemudian Dodik berkata dalam hatinya, “Jika aku membuatkan segelas kopi untuk ayah, ia pasti akan senang sekali.“ Kemudian Dodik pergi ke dapur, ia menuju lemari dapur dan membukanya. Ternyata kopinya berada di rak paling atas dan badan Dodik terlalu pendek untuk mengambilnya. Kemudian ia mengambil kursi, lalu mengambil kopi itu. Ketika ia hendak mengambil gelas, tangan kecilnya tak sengaja melepaskannya, “Pranggg.....” Gelasnya terjatuh dan pecah. Ia tidak mempedulikan itu, dan mengambil gelas yang lain karena ia ingin segera membuatkan kopi untuk ayahnya. Lalu ia mulai menakar kopi dan gula, memasukkannya ke dalam gelas, kemudian menyeduhnya dengan air panas. Ternyata, diam – diam ayahnya memperhatikan apa yang Dodik lakukan. Ia melihat kursi di depan lemari yang terbuka, pecahan kaca gelas di lantai, dan taburan kopi di dekat gelas dimana Dodik sedang membuat segelas kopi, benar – benar berantakan.
Kemudian, setelah Dodik selesai mengaduk kopi itu, ia berteriak, “Ayah, aku membuatkan segelas kopi untuk ayah.” Ia berjalan menuju ke ruang TV, namun ia tidak mendapati ayahnya di sana. Ia pun kembali ke ruang dapur, dan ia melihat betapa berantakannya dapur itu. Tiba – tiba ayahnya muncul di sampingnya, Dodik kaget dan kepalanya tertunduk, ia pun berpikir, “Aduh gawat, ayah pasti marah dan menghukumku.” Namun tanpa diduga, ayahnya malah tersenyum melihatnya. ‘Dapur yang berantakan’ itu dipandangnya sebagai bentuk kasih sang anak kepada ayahnya. Kemudian sang ayah jongkok, mengangkat kepala Dodik yang tertunduk dan berkata, “Engkau adalah anakku yang paling kukasihi.” Kemudian ia memeluk anaknya dengan penuh kasih.
Saudaraku, Bapa yang di Surga juga mengasihi kita dengan sepenuh hatiNya. Meski kita begitu banyak kekurangan, namun Bapa selalu berkarya dalam kekurangan kita sehingga kita tidak perlu berpikir negatif terhadap kekurangan diri kita. Bapa telah memerdekakan kita dari dosa dengan mengorbankan Anak Domba di kayu salib, menunjukkan betapa kita berharga di mataNya dan Ia mengasihi kita sekotor apa pun kita. Mari kita tunjukkan kasih kita kepada Tuhan, dengan cara menjaga hidup kita agar tidak diperbudak lagi oleh dosa, karena kemerdekaan itu telah Ia berikan. Tuhan memberkati.
Author : Yefta Wahyu Bendahara EL'A Youth Ministry
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel ini bisa dikomentari melalui kotak dibawah ini