Tidak pernah terbesit dalam hatiku keinginan/cita-cita menjadi seorang Hamba Tuhan. Namun saat mendengar panggilan Tuhan melalui seorang hamba Tuhan yang diurapi, akupun tidak punya keberanian untuk menolak. Akhirnya pada tahun 1977, aku menyerahkan seluruh hidupku untuk menjadi hambaNya.
Aku tinggalkan keluarga, teman-teman dan semua yang kukasihi untuk pergi ke sebuah sekolah alkitab di Majalengka. 8 bulan lamanya aku menyelesaikan sekolah kelas I, lalu dilanjutkan dengan praktek kerja selama 7 bulan, dan oleh kehendak Tuhan, aku tetap praktek di Majalengka. Tetapi setelah menyelesaikan 8 bulan lagi di kelas II, aku ditugaskan untuk melayani di sebuah pulau kecil yang bernama Sinaboi, di kepulauan Riau. ±3 jam ke laut dari Bagan siapi api. Di Sinaboi, aku banyak melihat dan mengalami penyertaan Tuhan. Dari bahasanya saja, membuat aku pada awalnya merasa apakah aku mampu melayani di daerah tersebu. Sebab meski aku terlahir sebagai seorang dari suku Tionghoa, aku tidak menguasai bahasa Tionghoa apalagi 80% penduduk Sinaboi adalah suku Tionghoa Hokkian. Ditambah lagi dengan adat istiadat mereka yang anggap masih tergolong primitif, tidak ada anak yang sekolah.
Pada awalnya aku agak ragu, tapi di sekolah alkitab aku sudah memiliki ayat mas yang menjadi ikrarku di hadapan Tuhan yang terambil dari Yesaya 6:8, maka aku harus terus maju. Puji Tuhan, Tuhan mengaruniakan kepadaku talenta, sehingga aku bisa memainkan gitar meski tidak terlalu pandai. Maka dengan apa yang ada, yaitu dengan kesukaanku menyanyi meski suaraku pas-pasan dan kemampuanku memainkan gitar yang juga pas-pasan, karena aku juga belajar secara otodidak tapi dengan 2 hal ini akhirnya aku dapat membawa jiwa-jiwa kepada Yesus.
Mula-mula aku mencoba menarik perhatian mereka dengan selalu memuji Tuhan di depan rumah, bagi penduduk Sinaboi waktu itu gitar dan kemampuan saya memainkannya menjadi sesuatu yang aneh, luar biasa dan menarik. Sampai suatu ketika, seorang anak perempuan kecil datang mndekat dan bertanya kepadaku: “Bok su, lu cio kwa a…?” aku senang, tetapi bingung dan tidak harus menjawab apa. Akhirnya, aku cuma senyum-senyum sambil memberi isyarat tangan memanggil anak kecil itu untuk lebih mendekat. Untung Bapak Gembalaku segera keluar dari dalam rumah dan membantuku berkomunikasi dengan anak kecil tersebut. Akhir dari pertemuan pertama kami itu, aku berkata : “Besok kamu boleh datang lagi, tapi bawa temanmu!”
Ternyata ini adalah awal dari karya Allah yang besar untuk jiwa-jiwa di Sinaboi, karena dari sejak saat itu kami dapat menghimpun ± 40 orang anak-anak sekolah Minggu dan ± 15 orang dewasa, beberapa di antaranya menerima baptisan. Puji TUhan!
Kesimpulan kesaksian ini adalah ketika kita menyediakan diri mau dipakai Tuhan, maka Tuhan akan melengkapi kita dengan kemampuan. Puji Tuhan! Tuhan memberkati.
(Kesaksian oleh Pdt Susana))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Artikel ini bisa dikomentari melalui kotak dibawah ini