Selasa, 29 Mei 2012

UNDEFEATED

Film Undefeated ini bergenre dokumenter, jadi merupakan kisah nyata tentang anggota klub sepakbola rugby di Manassas High School di North Memphis, Tennese. Anggota klub sepakbola rugby tersebut rata-rata adalah remaja yang tidak memiliki ayah, bahkan sebagian tidak memiliki keluarga sama sekali.
Tokoh pahlawan dalam film ini adalah Bill Courtney, seorang salesman sukses dan pemilik bisnis UKM yang memutuskan untuk melatih kluk sepakbola Manassas High School yang selalu kalah itu. Bill ingin agar anak-anak itu memiliki kepercayaan diri yang kuat dan juga berkarakter. Bagi Bill, sepakbola tidak membangun karakter seseorang, tetapi memunculkan karakter tersebut.
Namun tujuan mulia Bill tersebut tidak bisa dicapai dengan mudah. Beberapa anak memiliki kasus berat, contohnya adalah Chavez yang tidak memiliki ayah dan juga pernah di penjara remaja. Bagaimana kisah Bill dan anak-anak remaja ini? Sanggupkah Bill membawa pemulihan kedalam hidup anak-anak itu sekaligus membawa mereka kepada kemenangan di lapangan sepakbola? Nantikan film ini ya.
Film ini dipastikan sangat menginspirasi sekalipun bergenre documenter. Bill yang seorang pengusaha membawa hubungannya dengan Tuhan dalam setiap aspek hidupnya, dan hal inilah yang ingin ia ajarkan dan teladankan kepada anak-anak didiknya. Doa Bapa Kami tampak dipanjatkan dalam film ini, juga ayat Yahonaes 3:16. Secara khusus, sekalipun film ini inspirastif mendapat rating PG-13 karena ada bahasa-bahasa kasar dan juga aksi kekerasan sekalipun sedikit, yang tidak cocok untuk anak-anak.



THE WAY BACK

Dengan cerita epik dan setting yang spektakuler, mau tidak mau mengundang perbandingan dengan Lawrence of Arabia dan Dr. Zhivago. Semuanya dipenuhi medan lokasi yang berat.

The Way Back memang mempunyai setting yang bagus, tapi tidak demikian halnya dalam hal substansi. Tanpa harus dibandingkan dengan film-film klasik tadi, film ini memiliki kekurangan dalam hal perkembangan karakter. Lokasi di Bulgaria, India, dan Maroko membuat film yang bercerita tentang pelarian tahanan Soviet menjadi lebih otentik.

Ada momen-momen yang menggembirakan, dan ada juga saat-saat yang betul-betul menegangkan. Kedua hal ini membuat kisah pelarian menjadi lebih sulit daripada yang anda bayangkan. Diklaim sebagai berdasarkan pada kisah nyata tentang tahanan di penjara Siberia yang melarikan diri, cerita pada The way Back berfokus pada beberapa laki-laki dan seorang perempuan yang menempuh perjalanan sejauh 4000 mil di dataran Siberia yang keras dan Gurun Gobi nan luas di Mongolia. Cerita film ini terjadi kira-kira pada saat Perang Dunia ke-2. Karakter yang ditampilkan adalah tahanan Polandia Janusz (Jim Sturgess), penjahat Rusia Valka (Collin Farrel), orang Amerika yang penyendiri Mr. Smith (Ed Harris), dan Irena yang masih muda (Saoirse Ronan). Mereka semua berjuang di tengah hutan dengan temperatur yang membekukan dan harus melawan kelaparan karena keterbatasan makanan dan air. Mereka juga harus melawan serigala lapar dan sempat berpikir tentang kanibalisme.

Terinsipirasi dari book berjudul The Long Walk: The True Story of a Trek to Freedom, film ini memantul antara film yang memberi inspirasi dengan film membosankan. Tak perlu diragukan, perjalanan panjang memang mengandung 2 hal ini. Film ini dapat menjadi sedikit pengingat bagi kita tentang bagaimana bangsa Israel keluar dari tawanan Mesir untuk menghirup kebebasan. Perjuangan bangsa Israel yang benar – benar tidak mudah untuk membebaskan diri dari perbudakan, sehingga terkadang membuat Israel putus asa dan merasa menjadi tawanan bangsa Mesir jauh lebih baik ketimbang menempuh banyak rintangan untuk merasakan kebebasan. Semangat juang untuk merasakan kebebasan patut ditiru dari film ini.


Minggu, 27 Mei 2012

SAM CHILDERS

 Sam Childers sebelumnya dikenal sebagai seorang biker yang suka berantem dan pecandu heroin yang tidak segan-segan untuk menempelkan pisau di leher seseorang. Kini sikap tangguh dan skill bertarung serta keberaniannya itu dia gunakan untuk membantu membela dan melindungi anak-anak Sudan yang dimutilasi, diperkosa atau dipaksa menjadi tentara oleh milisi pemberontak di Sudan. Kisah nyata Sam Childers kini diangkat ke film layar lebar dengan diperankan oleh aktor action yang terkenal :Gerard Butler!

Pengkhotbah  Bersenjata Sam Childers  dibesarkan di perbukitan Pennsylvania. Orangtuanya sopan dan jujur  ​​tetapi semenjak usia dini Sam mulai menunjukkan bakat untuk menjadi pembuat masalah. Ayahnya, seorang  mantan marinir mengatakan "Nak, suatu hari nanti seseorang akan membunuhmu!"

Sam di usia remaja sering terlibat dalam perkelahian, menjual obat terlarang dan tidur dengan perempuan yang sudah menikah. Dia terus tenggelam dalam kehidupannya yang penuh kekerasan dan kejahatan sampai ia menjadi Shotgunner - seorang penjaga bersenjata untuk pengedar narkoba. Pada masa itu ia bertemu Lynn, seorang stripper, yang kemudian menjadi istrinya.

Sam, dihantui oleh kata-kata ayahnya, menjadi semakin khawatir kalau-kalau dia akan terbunuh karena obat terlarang dan perlahan-lahan dia mulai menjauhkan diri dari kehidupan sebelumnya. Dia menemukan pekerjaan di bidang konstruksi dan hidupnya mulai mapan meskipun begitu dia tetap melanjutkan kebiasaannya dengan memakai narkoba dan alkohol. Lynn akhirnya kembali ke Gereja yang pernah ditinggalkannya pada masa mudanya.

Sam juga berusaha untuk membangun kembali hubungannya dengan Allah dan mulai menjalani hidup yang bersih. Perlahan tapi pasti segala sesuatunya mulai berubah menjadi lebih baik. Lynn melahirkan seorang bayi perempuan yang  sehat dan Sam memulai bisnis konstruksi sendiri. Sedikit yang mereka tahu bahwa tantangan terbesar mereka tidak lama lagi akan segera terjadi.

Pada tahun 1998, Sam tiba di desa Yei, Sudan Selatan. Negara Afrika yang berada di tengah-tengah Perang Sudan Kedua. Sam didesak oleh seorang Pastor dari Amerika yang sebelumnya telah bergabung dengan kelompok misi, untuk membantu memperbaiki sebuah pondok yang rusak dalam konflik. Pada saat menjalani misi ini ini Sam tersandung dengan tubuh seorang anak terkoyak oleh ranjau darat. Dia jatuh berlutut dan berjanji pada Tuhan untuk melakukan apa pun untuk membantu rakyat Sudan Selatan. 

Sam kembali ke Sudan beberapa bulan kemudian untuk menjalankan klinik. Untuk memenuhi janjinya ia berkelana jauh di seluruh negeri, dari kota barat Yei ke desa-desa timur Boma. Saat melewati desa Nimule, di perbatasan Uganda, Tuhan mengirimkan kepadanya pesan: "Aku ingin engkau untuk membangun sebuah panti asuhan bagi anak-anak. Dan Aku ingin engkau membangunnya di sini".

Masyarakat setempat mengira ia sudah gila. Pada saat itu, Tentara Perlawanan Tuhan, sebuah milisi pemberontak brutal yang telah menculik 30 ribu anak-anak dan membunuh ratusan ribu penduduk desa,telah  memporak-porandakan daerah tersebut. Tapi Sam bersikeras. Sam yakin Allah telah menyuruhnya untuk membangun panti asuhan di Nimule dan di sanalah ia akan membangun. Dia kembali ke Amerika Serikat, menjual bisnis konstruksi dan mengirim uang ke Afrika.

Perlahan-lahan panti asuhan mulai terbentuk. Pada siang hari Sam membersihkan semak-semak dan membangun pondok yang akan menjadi  rumah bagi anak-anak. Saat malam hari, dia tidur di bawah kelambu dengan kain ayunan di bawah pohon: Alkitab di satu tangan, AK47 di tangannya yang lain. Sementara itu, di Pennsylvania, istrinya Lynn dan putrinya Paige berjuang dalam pertempuran mereka sendiri. Mobil keluarga itu diambil alih dan pemberitahuan penyitaan telah disampaikan ke rumah mereka. Sam punya cukup uang untuk membayar hutangnya atau menyelesaikan panti asuhan. Dia tidak mampu menanggung keduanya jadi dia mengirim uang ke Afrika. Dengan selesainya panti asuhan, Sam mulai memimpin misi bersenjata untuk menyelamatkan anak dari LRA. Itu tidak lama sebelum kisah-kisah eksploitasi beredar dan penduduk desa mulai memanggilnya "Pengkhotbah Machine Gun."
13 tahun kemudian panti asuhan itu menjadi yang terbesar di Sudan Selatan dan telah memberi makan sekaligus menjadi rumah bagi 1.000 anak-anak. Hari ini, lebih dari 200 anak menelepon rumah panti asuhan. Sayangnya masih banyak anak-anak menderita di Sudan dan membutuhkan penyelamatan.Sam dan Lynn masih tinggal di rumah yang sama di Pennsylvania yang telah didedikasikan untuk penderitaan anak-anak Sudan sejak 13 tahun lalu. 



Engkaulah Perisauku

Banyak lagu rekaman rohani yang bisa membuat Anda meneteskan air mata, tetapi tak banyak lagu rohani yang mengajak Anda untuk menaruh pengharapan kepada Tuhan. Dan diantara karya-karya langka ini, terdapat lagu ‘Engkaulah Perisaiku’ yang dinyanyikan oleh Bobby 'One Way’ Febian.
            Jika kita mau mengetahui apakah lagu ini memang merupakan lagu pengharapan kepada Tuhan atau tidak, maka salah satu parameter yang mudah untuk menganalisanya, lihatlah saja kepada liriknya. Dan setidaknya ada tiga frasa dari bait lagu ‘Engkaulah Perisaiku’ yang menunjukkannya.
            Frasa pertama adalah ‘Saat Badai Hidup Menerpaku’, lalu ‘Karena Yesus Selalu Menopang Hidupku’, dan terakhir ‘Ku Kan Berdiri di Tengah Badai’. Terkait kepada hal pengharapan kepada Tuhan, maka ketiga frasa ini mewakili ketiga faktor bagaimana seseorang akhirnya mau berpengharapan kepada Tuhan:
1. Masalah/persoalan (diwakili di dalam lagu oleh frasa ‘Saat Badai Hidup Menerpaku’). Tidak mungkin seseorang mau menaruh harapan kepada Tuhan kalau ia tidak menghadapi sebuah problem. Ini bukanlah sebuah prediksi, tetapi ini memang sudah sifat alamiah manusia dari zaman ke zaman. Dan bila membaca frasa ‘Badai Hidup’ maka itu sangat tepat mewakili akan hal ini.  
2. Ada janji Tuhan (diwakili di dalam lagu oleh frasa ‘Karena Yesus Selalu Menopang Hidupku’). Manusia pada dasarnya pada saat berada di dalam persoalan besar akan mencari seseorang yang dapat memberikan kepastian jalan keluar baginya. Bila kita membaca kepada alkitab maka tidak ada satu Pribadi di alam semesta yang dapat memberikan keyakinan bahwa saat DIA bersama kita maka semua masalah kita dapat teratasi dengan sempurna, selain Tuhan Yesus.
3. Keputusan pribadi untuk berserah kepada Tuhan (diwakili di dalam lagu oleh Frasa ‘Ku Kan Berdiri di Tengah Badai’). Walaupun kita mengetahui Tuhan itu besar dan sanggup melepaskan kita dari setiap persoalan kita, tetapi kalau kita tidak menyerahkan diri kita kepada-Nya maka itu hanya menjadi pengetahuan kita semata. Oleh sebab itu, kita perlu membuka dan menetapkan hati untuk berserah kepada-Nya supaya mengetahui apakah pengharapan kita kepada-Nya ini benar atau salah.
            Dari penjelasan diatas bisa dapat diambil dilihat bahwa lagu ini tidak dapat disangsikan sebagai lagu yang memiliki pesan tentang pengharapan kepada Tuhan. Lagu ini mengingatkan bahwa Tuhan Sumber Pengharapan Sejati dan masalah bukanlah sesuatu yang perlu ditakutkan sehingga hati Anda pun dapat menjadi tenang karena mengetahui masalah tidak akan pernah dapat mengalahkan Anda, sebaliknya Anda lah yang terus menjadi pemenang dalam peperangan tersebut.
  
Judul Lagu : Engkaulah Perisaiku
Terdapat di Album : Glorify – Worship with testimonies
Penyanyi : Bobby “One Way” Febian
Label : Harvest Music



Delviana, Kisah Salah Seorang Korban Bom Solo

Tidak ada hal yang membahagiakan bagi seorang anak, selain bisa melihat orangtuanya hidup rukun dan dapat dekat dengan seluruh anggota keluarga. Perasaan inilah yang juga dialami oleh Delviana Olivita.

Kehangatan dan kasih sayang dari sang ayah, ia akhirnya terima setelah sang ayah mengalami kebangkrutan dalam usaha. Suasana ceria pun selalu melingkupi rumah dimana mereka tinggal. Pada saat sang ayah belum bertobat, Delviana hanya bertiga saja – ia, kakak, dan ibu- yang pergi beribadah minggu. Namun, ketika sang ayah bertobat, jumlah mereka menjadi berempat.

Minggu 25 September 2011, seperti biasa keluarga ini pergi ibadah ke GBIS Kepunton, Solo. Dengan menggunakan sepeda motor dan kendaraan umum, mereka menuju ke lokasi gereja. Sesampainya disana, gereja ternyata masih cukup sepi. Mengisi waktu yang ada, mereka berempat saling bercengkrama dengan antaramereka dan para jemaat yang duduknya berada dekat mereka.

Waktu yang ditunggu-tunggu tiba juga. Ibadah pada pagi hari itu pun dimulai. Diawali pujian dan penyembahan, para jemaat termasuk di dalamnya keluarga Delviana langsung antusias ikut memuji dan menyembah Tuhan. Ketika firman Tuhan dibagikan, mereka mendapatkan berkat luar biasa dari apa yang disampaikan oleh sang hamba Tuhan. Singkatnya, ibadah minggu selesai. Seperti biasa, satu persatu jemaat meninggalkan ruangan tempat ibadah. Delviana pun ikut turun terlebih dahulu dengan jemaat yang lain, terpisah dari orang tua dan juga kakaknya.

Sesampainya di luar pintu gereja, terjadilah ledakan bom. Delviana yang berada tak jauh dari ledakan turut menjadi korban hari itu.
“Tak tahu kenapa, saya pun sudah jatuh bersandar gitu. Melihat ke atas gitu kok putih-putih semua. Lihat baju, kok baju kok kotor, hitam-hitam, banyak darah gitu. Kok pada histeris semua, tetapi saya ngerasa saya tuh tidak kenapa-kenapa, terutama kakak. Kakak tuh histeris bilang, ‘vivi, maaf vivi,”
“Saya spontan waktu itu lepas baju, membasuh muka anak saya,” ujar Sugianto, ayah dari Delviana Olivita.
“Saya rasanya tidak kenapa-kenapa, tapi saya ngerasa kok dingin kayak ada air terus. Tapi pas saya lihat gini, ternyata itu darah”
 Delviana pun dibawa ke rumah sakit. Walau sempat sadar sejenak, begitu perempuan muda ini melihat lampu rumah sakit ia menjadi tak sadarkan diri.
Dalam masa pingsannya tersebut, ia ternyata menjalani operasi di bagian kepala. 40 jahitan lebih adalah bukti betapa dahsyatnya luka yang ia alami karena peristiwa ledakan bom itu.

Namun, puji Tuhan. Perlahan tapi pasti kesembuhan dan pemulihan dialami oleh Delviana. Sekarang, keadaan Delviana benar-benar sehat dan ia bisa melakukan segala sesuatu seperti sedia kala.

Delviana mengaku bahwa ia tidak membenci sang pelaku sedikit pun. Malah justru ia merasa iba dengan orang yang tewas pada saat peristiwa ledakan itu karena hidupnya hanya sebentar saja di dunia ini.

Lagi pula, lanjut Delviana, Tuhan saja sudah begitu mengasihi kita, masakkan kita  menunjukkan tindakan yang berbeda kepada orang lain? Kalau Tuhan telah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, itulah juga yang seharusnya kita tunjukkan kepada yang lain, ujarnya menutup kesaksian.

Kesaksian : Delviana Olivita



Pengikut Akun Facebook

Pengikut akun Twitter atau Blogger